Rolling text

Welcome to Uge Kurniawan's Blog, Please write on your comment before you leaving this page..!

Minggu, 16 Januari 2011

Tahun Baru 2011


Terlalu sibuk dengan rutinitas sehari-hari, baru bisa posting kembali.

Rencana untuk merayakan tahun baru sudah kami rencanakan jauh-jauh hari. Pilihan pertama jatuh kepada obyek wisata Kepulauan Karimun Jawa yang terletak tidak jauh dari ujung dermaga Kartini, Jepara.

Berangkat dengan menggunakan sepeda motor kesayangan menuju jepara bersama istri memakan waktu sekitar 4 jam menempuh jarak lebih kurang 108km. Setibanya kami di dermaga Kartini disambut dengan sebuah patung seekor penyu raksasa. Bertanya kepada warga sekitar mengenai hal keberangkatan kapal menuju karimun jawa.
Tidak banyak pilihan transportasi untuk menuju kepulauan karimun, kita hanya bisa menggunakan sarana transportasi laut untuk menyebrang ke sana. Adalah KM. Kartini sarana transportasi yang bisa dipilih. Dibanderol seharga 80ribu rupiah untuk kelas eksekutif dewasa, sedangkan tarif bisnis berada pada kisaran harga 60ribu rupiah. Untuk detail harga nya silahkan di liat di FB saya.
Perjalanan jepara-karimun jika kita menggunakan armada KMC Kartini bisa ditempuh hanya sekitar 2 jam saja, namun jika memlih menggunakan armada KM Muria bisa mencapai 6 jam perjalanan namun kelebihan dari KM Muria bisa mengangkut mobil pribadi dan sepeda motor bagi yang ingin membawa kendaraannya menuju karimun.

Dikarenakan jadwal kapal yang tidak setiap waktu ada dan hanya ada 2 kapal yang bisa kita tumpangi terlalu sulit bagi kami untuk mengatur waktu dikarenakan istri harus sudah kembali bekerja pada tanggal 3 januari maka kami memutuskan alternatif objek wisata lain selain karimun jawa. Pilihan jatuh kepada objek wisata dataran tinggi Dieng (Dieng Plateau) kabupaten Wonosobo. Masih di sekitaran Jateng kami rasa cukup representatif dan tidak terlalu jauh jika ditempuh dari pekalongan.

Memerlukan waktu tempuh perjalanan menuju lokasi wisata Dieng Plateau dari Pekalongan sekitar 3 jam dengan jarak tempuh 104km (sedikit lebih dekat dengan jarak tempuh ke jepara). Perjalanan berangkat kami memilih untuk melewati kajen, wanayasa, batur dan seterusnya.

Banyak terdapat home stay di sana, ragam harga pun bervariasi mulai dari 75ribu-3,5juta rupiah per malam pada peak season. Semua homestay menawarkan fasilitasny masing-masing, namun yang paling umum di homestay dieng ini adalah fasilitas water heater(baca: pemanas air). Dikarenakan udara di sekitar dieng sangat dingin hingga mencapai 15-10 derajat celcius bahkan pada pertengahan tahun (juli-Agustus) bisa mencapai minus 2 derajat celcius sehingga water heater pun sangat dibutuhkan untuk keperluan mandi maupun berendam agar kondisi tubuh tidak serta merta terkena hypothermia bagi yang tidak terbiasa dengan cuaca dan udara dingin.

Banyak objek wisata di Dieng plateau yang bisa kita temukan diantaranya adalah Telaga warna : Danau vulkanik yang bisa memancarkan beberapa warna yang indah ketika terkena paparan teriknya sinar matahari.
Dieng Plateau Theatre : Theater mini yang menampilkan secara visualisasi sejarah terbentuknya dataran tinggi Dieng dengan durasi sekitar 20menit
komplek candi arjuna : terdapat beberapa candi bersejarah peninggalan zaman dahulu
Kawah Sikidang : Kawah vulkanik, banyak terdapat batuan belerang yang cocok digunakan sebagai perawatan kulit
Telaga Merdada : telaga seluas 15 hektar yang bisa kita kelilingin menggunakan sampan.
Dan beberapa objek wisata lainnya yang bisa kita kunjungi.
Pada tahun baru ini tiket untuk masuk 4kawasan wisata dieng dikenakan harga 20ribu/orang. Untuk objek wisata lainnya kita harus membayar lagi sebesar 5ribu/objek.

tanggal 1 januari kami putuskan untuk kembali pulang ke Pekalongan, namun kali ini kami mencoba untuk melalui Wonosobo, Temanggung, sukorejo, bandar, pekalongan. Mampir sebentar di alun-alun wonosobo untuk istirahat sejenak sambil menikmati mie ayam dan tertibnya alun-alun wonosobo. Jarak tempuh jika melalui jalur parakan-sukorejo-bandar dari wonosobo memang terlampau sangat jauh sekali terpaut hampir 70km lebih jauh dengan jalur Kajen.

Banyak pelajaran yang kami dapat di awal tahun 2011 ini. Ternyata masih banyak objek wisata di Indonesia yang sangat indah dan tak kalah dengan yang ada di belahan dunia manapun. Mari kita jaga dan lestarika kekayaan alam secara arif dan bijaksana.

Salam hangat backpacker,

Rabu, 12 Januari 2011

Fenomena Sarkawi

Sebagai pecinta bus (baca: bukan penggila bus) independent, kadar kecintaan saya terhadap armada Bus semakin menjadi ketika belum lama ini kenal dengan teman sekampus yang memang sudah lebih dulu menjadi penggila bus. Adalah Hendra yang akrab saya sering panggil beliau dengan sebutan Omhen. Persahabatan kami berlangsung sejak tahun 2008, hingga pada akhir 2008 kita turing bareng ke Kudus. Pada saat itu menggunakan armada Haryanto MB 1518 Selendang(kalo ga salah inget, dikarenakan pada saat itu belum memahami betul garapan karoseri apa dan mesin apa yang digunakan). Berlanjut sampai turing selanjutnya ke Jepara dengan menggunakan armada Shantika Pinky dari Lebak Bulus.

Tercatat beberapa P.O bus yang pernah saya pakai antara lain : Haryanto, Shantika, Sinar Jaya, Muji Jaya, OBL Safari Dharma Raya, Handoyo, Santoso, Dewi Sri, Sri Maju Prima, Harta Sanjaya, Tri Sumber Urip, Ramayana, COyo, Nusantara, Bejeu, Senja Furnindo, Safari, Selamet, Mulyo Indah,Tegal Indah, dan Bonanza

Ada hal yang menarik ketika saya mendengar salah satu istilah yang dalam dunia perbisan disebut dengan sebutan Sarkawi. Ya Sarkawi, adalah sebutan bagi para penumpang ilegal yang tidak memiliki dan atau membeli tiket secara resmi baik melalui agen ataupun calo.

Belum ada catatan pasti bagaimana Sarkawi ini terjadi, namun ada satu sumber artikel yang pernah saya baca melalui portal Bismania.com yang membahas mengenai Sarkawi.
Terjadi pada awal taun '80an tepatnya di Jalinsum ( Jalur Lintas Sumatra )dimana pada Jalinsum masih sepi kendaraan yang lalu lalang baik kendaraan lokal maupun kendaraan yang datang dari pulau jawa, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum seperti bis AKAP. Alkisah konon katanya menurut sumber tersebut pada zaman itu ada sebuah Bus AKAP dari pulau jawa yang hendak menuju Aceh. Di tengah perjalanan Bus tersebut mengalami kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dalam waktu singkat. Dan seperti kita ketahui pada era '80an kondisi Jalinsum masih sangat sepi dan harus menunggu beberapa rombongan bus yang melalui jalur yang sama untuk dapat meneruskan perjalanan dikarenakan Jalur Lintas sumatra masih sangat rawan perampokan dan penjegalan untuk dilalui oleh hanya satu kendaraan tanpa ada rombongan yang menyertainya. Pada waktu itu salah seorang penumpang yang nampaknya tidak bisa menunggu lama meminta awak bus untuk pindah ke armada bus lain yang kebetulan melintas. Pada saat yang bersamaan datang bus AKAP, dan akhirnya ia menumpang bus AKAP tersebut. Dikarenakan pada saat itu PO bus tidak memberlakukan kontrol tiket di beberapa pos kontrol secara ketat akhirnya penumpang tersebut lolos hingga sampai di kota tujuannya itu tanpa diketahui oleh pihak PO. Nama penumpang gelap tersebut diketahui bernama Pak Sarkawi hingga terkenal sampai sekarang.

Praktik Sarkawi tidaklah selalu membicarakan orang yang melakukan ataupun terlibat dalam praktik Sarkawi. Jika saya perhatikan lebih mendalam dan mendasar, praktik Sarkawi ini lebih merupakan suatu perbuatan/perilaku orang yang melakukannya (baca: bukan orangya). Mengapa? karena praktik sarkawi merupakan praktik yang sifatnya sistemik dan melibatkan kerjasama beberapa orang. Adapun pihak yang terlibat antara lain :
1. Driver (engkel maupun dengan 2 driver), dialah sebagai peran utama dalam praktik sarkawi ini, karena ia yang memegang penuh kendali bus. Lain dengan moda transportasi kereta api yang mempunyai seorang petugas pemimpin perjalanan dimana masinis hanya sebagai eksekutor seorang pemimpin perjalanan (kebetulan paman saya seorang pensiunan PJKA di Cirebon).
2. Kernet, dialah yang membantu seorang supir dalam melancarkan praktik sarkawi
3. Calon Penumpang, yang satu ini seringkali menjadi korban dengan sebutan sarkawi
4. Yang terakhir adalah Calo (optional), apabila praktik sarkawi ini difasilitasi dan atau di-perantara-i oleh seorang calo. Biasanya calo inilah yang membantu para calon sarkawi dalam mencarikan bus. Biasanya antara awak bus dengan calo sudah saling kenal satu sama lain dan kepercayaan seorang driver biasanya berujung pada calo tersebut untuk mengambil penumpang gelap.

Mengapa saya katakan praktik sarkawi ini bersifat sistemik?, seperti yang saya sebutkan di atas tadi bahwa praktik sarkawi ini melibatkan beberapa orang. Saya kira mustahil apabila tidak ada salah satu dari mereka yang terlibat. Pasti semuanya terlibat, karena praktik ini didukung oleh adanya niat dan kesempatan dari keempat orang tersebut (ini dia unsur yang paling penting, niat dan kesempatan).

Untuk mengetahui suatu persoalan kita bisa menggunakan prinsip 5W+1H untuk mencari tahu secara mendalam praktik sarkawi ini.
1. Apa itu Sarkawi?
2. Siapa yang terlibat di dalamnya?
3. Mengapa seseorang terlibat dalam praktek sarkawi?
4. Kapan praktik sarkawi ini bisa terjadi?
5. Di mana praktik Sarkawi ini biasa dan bisa ditemukan?
6. Lantas yang terakhir Bagaimana praktik sarkawi ini terjadi?

Dalam kesempatan ini saya coba untuk mencari tahu kelima jawaban tersebut. Untuk point 1&2 mungkin sudah terwkilkan jawabannya pada penjelasan di atas. Tambahan untuk point pertama, kalo boleh saya menjabarkan menurut pandangan saya pribadi bahwa sarkawi lebih merupakan perbuatan dan atau perilaku oknum calon penumpang dan atau penumpang yang dengan kondisi tertentu dan atau karena dilakukan secara sengaja dengan maksud mengambil keuntungan untuk ( dan hanya untuk ) dirinya sendiri dari sebuah PO bus yang ditumpangi/digunakannya dengan membeli dan atau memiliki tiket secara tidak resmi atapun melalui perantara calo dan melakukan perbuatan diluar ketentuan yang dibuat dan atau telah ditetapkan oleh PO bus.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan calon penumpang memilih menjadi sarkawi. Adanya tawaran yang cukup menggiurkan bahwa dengan harga di bawah harga tiket resmi seorang calon penumpang bisa mendapatkan fasilitas dari bus yang ditumpanginya. Misalnya saja, saya ambil contoh di daerah Pekalongan di mana praktik semacam ini lebih banyak terjadi. Seorang calon penumpang dengan berbagai tujuan di Sumatra maupun di berbagai kota di Jabodetabek memilih menjadi sarkawi demi mendapatkan fasilitas Bus Executif toilet seat 2-2 (bahkan jika sedang beruntung bisa dapat Evo bus, dan VIP 6 row seat) dengan membayar Rp. 40 ribu saja. Ada beberapa calon penumpang yang kebanyakan mereka sebagai pedagang kain ataupun barang dagangan lainnya memilih menggunakan armada bus dengan cara sarkawi dikarenakan mereka bisa lebih menghemat ongkos. Apabila para calon penumpang yang notabene para pedagang tersebut menggunakan moda transportasi lain, kereta api misalnya, tidak banyak yang mereka dapatkan selain menghemat ongkos, karena armada kereta api dirasakan kurang nyaman dan terlalu berdesakan, apalagi letak Pekalongan memang bukan stasiun awal keberangkatan kereta api yang menyebabkan kondisi kereta api sudah penuh dari stasiun pemberangkatan awal seperti Tawang Jaya dari Semarang misalnya. Ada juga calon penumpang yang memang di luar keadaan dan kondisinya (forje majeur) yang menyebabkan harus pulang ke jakarta lebih larut di atas jam 9 malam, sedangkan bus Pekalongan-Jakarta dari terminal pekalongan maupun agen sudah lebih dulu berangkat lebih awal pada jam 7-8 malam seperti Sinar Jaya, Dewi Sri, dan Kramat Djati.

Praktik Sarkawi lebih sering ditemukan ketika malam hari. Di Pekalongan sendiri aktifitas ini sudah mulai rame sejak pukul 20.00. Hingga larut malampun kadang masih ada saja yang berusaha menunggu bus untuk ke Jakarta. Untuk siang harinya saya belum mengetahunya secara pasti apakah memang ada atau tidak praktik sarkawi ini. Orang lebih senang memilih wakti pada malam hari (mungkin) dikarenakan suasananya yang memang sejuk tanpa harus berpanas-panas dengan teriknya mentari di siang hari, atau mungkin juga hanya untuk mengejar waktu bagi para pegawai kantoran untuk bisa lebih pagi sampai jakarta.

Praktik sarkawi banyak (biasa) ditemukan pada jalur-jalur yang terhitung tanggung (tidak terlalu dekat, namun tidak begitu jauh dari tujuan calon sarkawi) misalnya saja di Semarang yang nampaknya berpusat di daerah SPBU krapyak tepatnya setelah exit tol krapyak dimana bus timuran yang melalui jalur pantura pasti keluar melaluli tol ini. Ada juga di Pekalongan yang masih terhitung tempat tinggal saya sehingga bisa lebih sering melakukan observasi terhadap praktik sarkawi ini. Ada beberapa lokasi yang dijadikan para pelaku sarkawi di Pekalongan seperti misalnya di perempatan Pol Pos Ponolawen, tikungan jalan Selamet setelah RSUD Pekalongan, Pusri, wiradesa hingga sampai comal. Untuk jalur-jalur setelah lewat tegal biasanya hanya kurir barang yang menitipkan barangnya dan minta diantarkan barangnya sampai ke jakarta.

Praktik sarkawi dipicu karena adanya niat dan kesempatan dari para pelakunya. Tidak selalu oknum diluar PO yang menjadi pemicunya, kadang kala pengelolaan dari manajemen PO yang buruk juga seringkali menjadi penyebab praktik subur sarkawi ini. Tercatat beberapa oknum awak bus dari berbagai PO yang sempat tertangkap mata saat mengambil penumpang diluar ketentuan PO bus, antara lain : Santoso serie O, F dan Z, Handoyo, Safari, OBL, Selamet, Ramayana Palembang-Jambi, Mulyo Indah, Muncul dan bahkan beberapa pekan lalu sudah tercatat sebanyak 2 kali sebuah armada kargo nusantara sedang mengambil penumpang ataupun barang diluar tugas resminya.

Dalam praktik sarkawi ini saya melihat ada suatu hubungan simbiosis di antara keempat pemain seperti yang telah saya sebutkan di atas. Terdapat hubungan simbiosis komensalisme yang hampir mendekati hubungan simbiosis mutualisme dimana di antara satu dengan yang lainnya sama-sama memperoleh keuntungan dalam memuaskan kebutuhannya. Lantas bagaimana dengan pengusaha PO bus?, pihak yang satu ini wajib juga saya bahas dalam postingan ini, tanpa bermaksud mengurutkan PO dengan urutan yang kesekian karena yang terlibat langsung dalam praktik sarkawi ini adalah keempat orang tersebut di atas (semua keputusan maupun eksekutor dari niat dan kesempatan sarkawi berada pada keempat pelaku sarkawi tersebut) dan sangat jelas sekali terdapat hubungan simbiosis parasitisme antara pengusaha PO bus dengan para awak busnya, dimana pihak yang paling dirugikan dalam praktik sarkawi ini adalah para pengusaha PO bus. Hal ini tentunya harus mendapat perhatian secara serius dan bisa menganggap ini sebuah tamparan yang keras bagi para pengusaha PO bus untuk lebih bisa mengendalikan kelangsungan usaha dan pastinya untuk lebih memberikan kepuasan terhadap semua para pelanggannya.

Memang ini semua berujung pada kebutuhan, ini soal cari makan. Meminjam istillah dari salah satu teman BMC, bahwa sangat sulit menggabungkan dan menempatkan suatu ideallisme dan kebutuhan dalam satu wadah, niscaya semua itu tidak akan pernah matching atau berujung pada titik temu.
Entah siapa yang patut disalahkan dan siapa yang dikorbankan dan entah siapa yang memulainya sehingga praktik seperti ini bisa terjadi di dunia transportasi kita khususnya bus sebagai salah satu moda transportasi darat yang kita cintai/gilai/gemari, calon penumpang kah atau para awak busnya, atau memang salah seorang calo yang berusaha mengambil keuntungan dari praktik sarkawi ini. Wallahualam, semua berasal dan berawal dari individu masing-masing. Yang jelas sekali lagi saya katakan ini semua disebabkan oleh niat dan kesempatan.

Sebagai calon penumpang, tentunya kita menyadari konsekuensi dari praktik sarkawi, kita tidak akan mendapatkan klaim asuransi kecelakaan apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam perjalanan yang tidak menggunakan tiket secara resmi. Bagi para pengusaha PO bus, silahkan membenahi manajemen kalian sebaik mungkin, toh ini semua demi kelancaran usaha kalian dan dalam rangka memberikan pelayanan kepada para konsumennya. Bagi para awak bus, tentunya kalian juga sudah menyadari akan konsekuensi praktik sarkawi ini. Kalian tentunya akan terkena sanksi apabila praktik sarkawi yang kalian lakukan diketahui oleh PO kalian. Untuk calo, saya tidak terlalu banyak komentar karena ia hanyalah sebagai pihak ketiga yang berusaha mengambil keuntungan dari praktik sarkawi ini, namun bagaimanapun juga praktik sarkawi merupakan hal yang sangat tidak dibenarkan dan hal yang tidak bisa dibenarkan dipandang dari segi dan aspek manapun.

Mari kita koreksi diri kita masing-masing, sudah benarkan kita menempatkan diri kita pada tempat yang sebenarnya???. Akhirul kalam, Wassalam wr. wb

Salam hangat para pecinta bus,


NB: Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman saya beberapa waktu lalu yang telah beberapa kali berubah wujud dan memakai topeng sarkawi menuju jakarta saat masih PP-Jkt-Pekalongan-jkt. Artikel ini ditujukan bagi para pembacanya agar sekiranya bisa mengetahui, memahami, dan ikut merasakan fenomena sarkawi dan juga tentunya didekasikan kepada para pengusaha PO bus untuk lebih meningkatkan pelayanan dan kualitas manajemennya. Segala yang berhubungan dengan disebutnya nama PO dan atau informasi yang kurang berkenan saya mohon maaf, artikel ini tidak lain hanya bersifat informatif saja bagi yang membaca, menyimak dan meresponnya. Terima kasih.

Indonesia Jaya